Ada Keinginan Global Agar Bangsa Indonesia ini Menjadi Bangsa Yang Lemah
dakwatuna.com – Merebaknya aksi-aksi terorisme di Indonesia menyeret kalangan pesantren dan alumni dari universitas-universitas di Timur Tengah ke dalam pandangan stereotipe oleh banyak kalangan, bahkan dari aparat penegak hukum. Seolah hendak menyelesaikan masalah dengan cepat, aparat keamanan justru melihat persoalan ini melalui perspektif yang dangkal, yaitu sebatas pada simbol-simbol keislaman. Pendangkalan perspektif ini mengakibatkan kecerobohan dalam pengambilan tindakan.
Ketua MPR RI (periode 2004 – 2009, red.) Hidayat Nur Wahid melihat persoalan ekstremisme dan terorisme jauh lebih dalam. Menurutnya, ekstremisme dan terorisme tidak dapat dipisahkan dari kebijakan ekonomi, politik, dan militer negara-negara besar yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip keadilan. Ia menjelaskan, kebijakan tersebut merupakan sebab, sedangkan aksi terorisme adalah akibat.
Kepada Damanhuri Zuhri dan Ali Rido dari Republika, Hidayat memaparkan beberapa pandangan mengenai terorisme dan solusi untuk merajut hubungan yang lebih harmonis antara umat Islam dan pengambil kebijakan global. Berikut petikannya.
Belakangan ini, banyak pihak mengaitkan isu terorisme di Indonesia dengan gerakan Islam radikal di Timur Tengah (Timteng). Kecurigaan ini meluas kepada alumni dari universitas-universitas di Timteng. Bagaimana sebenarnya karakter pemikiran keislaman alumni Timteng?
Alumni Timur Tengah sebenarnya seperti juga alumni dari lembaga-lembaga pendidikan di negara lainnya, alumninya punya ragam karakter dan pandangan. Namun, secara prinsip, karena Islam datang dari Makkah, Madinah, yang keduanya di Timteng, harapannya pemikiran Islam melanjutkan tradisi terdahulu ketika Islam dihadirkan sebagai agama dakwah. Yaitu, dakwah yang bijak, dialogis, menampilkan Islam yangrahmatan lil ‘alamin, serta menuntun manusia menjadi khairunnasi ‘anfauhum linnas (sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya).
Azyumardi Azra dalam disertasinya menulis, ulama dari Timteng mempunyai pengaruh yang positif dalam kehidupan sosial dan keagamaan di Indonesia. Ada Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi yang pernah menjadi imam di Masjidil Haram. Ada pula Syekh Nawawi Al-Bantani yang karya tafsirnya sangat dihormati di Timur Tengah.
Ada dua murid Syekh Minangkabawi yang tersohor dan menghadirkan Islam di Indonesia dengan wajah moderat, yaitu Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dan Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Dengan demikian, Islam Indonesia yang moderat ternyata dasar pemikirannya dari Timur Tengah, bukan dari mana-mana.
Pada era berikutnya, ada Prof Dr HM Rasyidi. Beliau yang menghubungkan delegasi dari Indonesia yang waktu itu dipimpin Sutan Syahrir untuk bertemu dengan tokoh-tokoh di Timteng, termasuk dengan Imam Hasan Al-Banna, pemimpin organisasi Ikhwanul Muslimin di Kairo. Delegasi ini mencari dukungan bagi kemerdekaan Indonesia. Dan, Imam Hasan Al-Banna menjadi tokoh pertama yang mengobarkan dukungan untuk kemerdekaan Indonesia.
Tokoh-tokoh Indonesia saat ini yang kita kenal moderat juga banyak yang alumni Timteng. Artinya, beragam kesan alumni Timteng sangat ekslusif dan tidak mungkin mengindonesia dan tidak mungkin membaur, ternyata terbantahkan dengan hadirnya mereka.
Namun, sekarang muncul asumsi bahwa radikalisme beragama di Indonesia berakar dari Wahabisme yang lahir dan berkembang di Arab Saudi. Pendapat Anda?
Apakah orang yang belajar di Madinah dan Makkah serta-merta adalah Wahabi? Pasti tidak. Mengapa? Karena, kita tahu yang mendirikan NU dan Muhammadiyah juga alumni Makkah. Apakah Anda akan mengatakan, NU dan Muhammadiyah adalah Wahabi? Tidak. Mengapa? Karena, gerakan Wahabi adalah satu pemikiran yang berkembang di sebagian kawasan di Timteng yang mengharamkan partai politik dan sistem demokrasi.
Saya dan kawan-kawan membuat dan mendirikan partai politik, berjuang untuk umat melalui partai politik. Apa iya saya mendirikan partai politik untuk menjadi ahlul bidah. Dan, karenanya menjadi dlalalah (sesat–Red), lalu disebut fin-naar (di neraka–Red)?
Lembaga pendidikan di Arab Saudi tidak pernah melarang alumninya untuk bergerak di berbagai bidang kehidupan. Kami juga tidak pernah diajari harus mem-bidahkan orang lain atau memusyrikkan orang lain. Justru, kami diajari bagaimana berdakwah sesuai dengan Alquran dan sunah. Kemudian, misalnya, ada yang melakukan tindak kekerasan atas nama agama, saya yakin itu bukan merupakan ajaran mainstream dari Timteng pada tingkat umum atau tingkat Arab Saudi.
Pada level kehidupan sosial politik, alumni Timteng tidak serta-merta harus diartikan sebagai sesuatu yang antinegara, tidak taat hukum, tidak mengerti aturan, tidak mengerti hukum, menjadi yang paling terlambat, atau kalau mengelola keuangan menjadi yang paling buruk. Kita tahu bahwa Menteri Agama Bapak M Maftuh Basyuni sangat bagus dalam komitmen dan upaya memberantas korupsi di departemennya.
Saya sendiri adalah pimpinan MPR yang pertama kali melaksanakan sosialisasi UUD RI tahun 1945. Ini belum terjadi pada masa-masa sebelumnya. Sekarang inilah justru UUD 1945 disosialisasikan melalui beragam metode, di pusat, di daerah, bahkan di luar negeri. Di dalam UUD, tentunya ada NKRI dan karena itu kita menyatakan UUD 1945 tidak bisa diubah.
Ketika melakukan sosialisasi itu, kita bekerja sama dengan rekan-rekan dari banyak partai. Semuanya berjalan dengan sangat harmonis, sangat kooperatif. Mereka sangat akrab dan saling dukung. Itu artinya, walapun saya alumnus Timteng dan mantan ketua partai Islam, saya tetap bisa diterima rekan-rekan saya anggota MPR dari lintas partai. Mereka tahu, kami bukan ancaman bagi mereka karena kami mengembangkan sikap hidup yang terbuka dan toleran.
Menurut Anda, dari mana akar radikalisme atau ekstremisme beragama di Indonesia?
Permasalahan ini perlu pengkajian yang komprehensif dan mendalam. Jika orang menyebut ekstremisme dan terorisme dari Timur Tengah, itu karena ada masalah di Palestina. Palestina adalah kondisi di mana satu bangsa sedang memperjuangkan kemerdekaannya dari penjajah Israel.
Nah, dahulu kita memiliki kondisi yang agak mirip. Dalam peristiwa Bandung Lautan Api, Muhammad Thoha meledakkan diri dan tidak ada yang mengatakan bahwa Muhammad Thoha seorang teroris. Justru, dia seorang pahlawan kemerdekaan.
Sama halnya dengan aksi peledakan diri para pejuang Palestina. Jadi, ada yang berpandangan bahwa akar terorisme itu karena konflik berkepanjangan di Timteng. Kemudian, berkembang dengan konflik di Afghanistan dan Irak.
Kalau memang konflik ini menjadi salah satu sebab berkembangnya ekstremisme dan terorisme, siapa yang menciptakan konflik ini? Yang menjajah Palestina adalah Israel dengan dukungan Inggris dan sekutu-sekutunya. Yang menjajah Afghanistan adalah Rusia dan Amerika. Bahkan, yang mendidik Osama bin Ladin adalah CIA (Central Intelligence Agency). Di Irak, seandainya tidak ada ekspansi Amerika, saya rasa tidak ada kerusuhan di sana.
Kita harus berani jujur mengatakan bahwa ini permasalahan yang tidak sederhana. Akibat dari penjajahan Israel terhadap Timteng; akibat penjajahan Rusia terhadap Afghanistan; akibat penyerangan Amerika terhadap Irak, ekstremisme itu muncul.
Saya tertarik dengan analisis Pak Hendro Priyono bahwa akar terorisme ada dua. Selain terkait dengan problematika internal umat, juga terkait dengan hegemoni negara lain melalui penjajahan, kesemena-menaan, dan ketidakadilan.
Oleh karena itu, kalau kita ingin menyelesaikan masalah ini, jangan hanya akibatnya yang diselesaikan. Kalau sebabnya tidak diselesaikan, bagaimana mungkin akibat itu akan menjadi tiba-tiba selesai.
Kekuatan apa yang mampu menghadapi negara-negara produsen ketidakadilan itu?
Menurut saya, diperlukan satu tata dunia baru karena Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kini sudah mandul, tidak bisa mengoreksi perilaku jahatnya Israel. Begitu banyak resolusi PBB yang dimentahkan oleh negara adikuasa yang punya hak veto dan itu sesuatu yang aneh.
Orang selalu berbicara demokrasi, tapi ada negara yang punya hak veto dalam lembaga internasional. Ini demokrasi macam apa? Ya, nggak ada demokrasi kalau masih ada hak veto. Apalagi hak vetonya permanen dan tidak bisa dikoreksi.
Nah, tata dunia baru yang kita harapkan betul-betul menghadirkan pendekatan yang berkeadilan dan berorientasi kesejahteraan. Betul-betul berprinsip pada kesetaraan, saling menghormati, dan mencari solusi terbaik terhadap perkara-perkara yang ada.
Terkait dengan masalah dalam negeri, bagaimana seharusnya pihak aparat mengambil kebijakan terhadap kelompok-kelompok Islam tertentu yang sudah dituding sebagai biang ekstremisme?
Saya kira, sebagaimana pihak polisi bekerja sama dengan pihak-pihak dari Amerika dan Australia, akan bijak jika polisi juga bekerja sama dengan pihak-pihak di Indonesia. Isu ini dikaitkan dengan pesantren sehingga polisi dapat bekerja sama dengan komunitas pesantren, baik itu melalui jalur ormas LSM, parpol, maupun para tokoh. Kalau polisi bisa kerja sama dengan Australia dengan Amerika, masak tidak bisa bekerja sama dengan sesama warga bangsanya.
Polisi itu mengayomi masyarakat. Tugas ini bisa dilakukan dengan maksimal ketika kepolisian mengenali masalah dari akarnya, dari sumbernya, dan kemudian menghadirkan solusi yang baik. Mencari solusi masalah ini ibarat menarik rambut dari tepung tanpa harus terputus rambutnya dan tanpa harus terbelah tepungnya.
Apa pesan Anda untuk kaum Muslim, khususnya generasi muda supaya menampilkan Islam yang rahmatan lil alamin?
Pesan saya adalah Anda tidak perlu merasa bahwa Anda calon tertuduh sebagai teroris. Dan, kemudian Anda takut ke masjid, takut berlaku santun, takut menggunakan simbol-simbol keislaman. Kalau Anda melakukan itu, menanglah teroris.
Saya khawatir, bagian dari maksud terorisme adalah keinginan global agar bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang lemah. Ketika kita saling mencurigai, saling menuduh, anak mudanya tidak lagi suka ke masjid, tidak kuat beragama, lebih suka berbuat amoral, atau mengonsumsi narkoba; Indonesia pasti menjadi negara yang lemah.
Buktikan keislaman Anda, kesantunan Anda, aktifnya Anda di masjid, di parpol, atau ormas Islam karena berangkat dari ideologi Islam yang benar. Buktikan bahwa Islam dan bangsa Indonesia adalah bangsa yang berkeunggulan. Dan, itu bisa kita lihat gerakan pemuda Islam dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Dalam sejarah, H Agus Salim pada masa mudanya bergerak untuk kemerdekaan bangsa. HOS Cokroaminoto ketika muda membuat partai Islam yang pertama kali di Indonesia. Samanhudi bergerak di Syarikat Dagang Islam. Jadi, para pahlawan nasional kita yang menjadi tonggak sejarah berdirinya bangsa ini adalah yang muda, santun, dan dekat dengan masjid. Maka, jadilah Anda pahlawan berikutnya.
Anda tadi menyebutkan ada semacam konspirasi internasional untuk melemahkan bangsa Indonesia. Apa indikasinya?
Saat terjadi bom Bali II, saya katakan ini tidak ada kaitannya dengan agama apa pun. Ini lebih disebabkan persaingan bisnis pariwisata internasional. Ternyata, saya dibenarkan oleh Ketua Kadin Bali, I Ketut Gde Wiratna. Dia mengatakan bahwa ini memang tidak ada hubungannya dengan agama.
Di Bali, Hindu dan Islam sangat dekat, sangat akrab, bahkan berdirinya beragam budaya di Bali selalu terkait dengan dukungan umat Islam sehingga di Bali begitu banyak komponen dan komunitas Muslim karena diberikan hak oleh raja-raja di Bali.
Ketika terjadi bom Bali I, yang pertama kali membantu adalah umat Islam. Di agama Hindu, ada kepercayaan bahwa darah yang tertumpah bisa mengakibatkan karma buruk.
Terkait dengan masalah terorisme, ada kepentingan untuk melemahkan Indonesia melalui cara ini. Tampaknya, banyak negara yang khawatir bila demokratisasi di Indonesia menghadirkan Indonesia yang kuat.
Kekhawatiran negara lain yang tidak suka Indonesia menjadi kuat tampak setelah pemilihan presiden.Nggak ada ba-bi-bu, kemudian meledaklah bom supaya mengesankan bahwa demokrasi di Indonesia ternyata tidak bisa dipercaya karena menghadirkan aksi teror, sekalipun memang masyarakat dunia sudah semakin hafal dengan pola-pola semacam ini.
Sekali lagi, Indonesia ini negara yang seksi. Namun, banyak pihak tidak menghendakinya menjadi kuat. Sebab, kalau Indonesia kuat, banyak yang merasa kepentingannya akan terganggu karena mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam. Maka itu, terjadinya berbagai upaya yang melemahkan Indonesia. Karena itu, pemuda Indonesia harus waspada betul. Jangan sampai menjadi bagian dari yang membenarkan dan menyukseskan pelemahan negeri ini.
sumber : http://keajaibanhati.blogspot.com
2 komentar:
Akar terorisme adalah fuluz.. Akar kerusuhan yaitu kepentingan, akar kemunafikan yakni perdagangan dan ekonomi.. akar mimpi istilahnya maksiat.. akar semuanya berarti akhlak manusia..
yoi , akar smuax adalah akhlak manusia..tp yg membingungkan , siapa sih teroris sbenarx ? jgn smpai teroris teriak teroris ?
Posting Komentar